9 Juli 2013

Cerpen Anak

Hadiah Ini Untuk Kalian

            Hari itu wajah Reza tampak berseri. Ia memandang ke arah Ibunya yang berdiri  tepat di sampingnya. Wajah Ibu Reza juga tak kalah berseri. Senyum bangga tampak jelas menghiasi wajahnya.
***
            “Bim, kamu udah selesai belum bacanya?” tanya Reza yang duduk di belakang Bimo.
            “Belum.” Jawab Bimo pendek.
            Reza bingung. Ulangan dadakan mau dimulai 15 menit lagi tapi dia belum baca materinya sedikitpun. Bukan karena Reza malas, tapi karna dia gak punya buku pelajarannya. Buku itu cukup mahal dan Reza bukan anak orang kaya seperti Bimo dan teman-teman lainnya yang bisa beli buku pelajaran kapan saja. Reza harus menabung sampai berminggu-minggu barulah bisa membeli buku. Biasanya dia akan menyalin materi itu ke buku tulisnya sebelum ulangan berlangsung. Tapi kali ini, Bu Guru memberikan ulangan dadakan. Dan Reza gak punya banyak waktu untuk menyalin materinya.
            Reza tertunduk lesu di mejanya. Bu guru berjalan mendekati Reza.
            “Reza, kamu sakit?” tanya Bu Guru.
            Reza menggeleng.
            “Terus kamu kenapa?”
            “Reza gak punya bukunya Bu, biasanya kalau mau ulangan Reza minjam buku Bimo dan meyalinnya terlebih dahulu. Tapi kali ini ulangannya dadakan.” Jawab Reza masih tertunduk.
            “Kenapa gak bilang dari tadi? Kan Reza bisa pinjam punya Ibu,” kata Bu guru.
            “Reza malu Bu, di kelas ini cuma Reza yang gak punya buku-buku pelajaran.” Jawab Reza pelan. Pelan sekali.
            “Ya udah, ini buku Ibu boleh di bawa sama Reza. Nanti selesai ulangan, Reza ke ruangan ibu ya,” ucap Bu guru lagi.
            Reza mengangguk cepat. Ia segera membuka buku itu. Masih ada waktu 10 menit untuk membaca-baca materi.

***
            Seperti yang diminta Bu guru, selesai ulangan Reza berjalan menuju ruangan Bu Sri, guru IPA sekaligus wali kelas Reza. Disana Bu Sri sudah menunggu kedatangan Reza.
            “Masuk Za,” kata Bu Sri saat Reza mengetuk pintu ruangannya.
            Reza masuk, ia pun duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan Bu Sri.
            “Za,kenapa gak pernah bilang ke Ibu kalau kamu gak punya buku-buku pelajaran?” Bu Sri menatap Reza yang tertunduk.
            “Reza bingung mau ngomongnya, Ibu sendiri gak pernah nanya.” Jawab Reza polos.
            “Jadi dari kelas 1 sampai kelas 4 ini kamu gak pernah beli buku?”
            Reza mengangguk.
            “Reza gak pernah bilang ke Mama kalau harus ada beberapa buku yang di beli?” tanya bu Sri lagi.
            “Reza gak tega Bu, untuk  uang jajan Reza saja Mama harus bantu-bantu di Warung Tante dulu. Apalagi untuk beli buku. Dulu sebelum Papa meninggal, Papa bilang, Reza harus bisa jagain Mama, bantuin Mama dan enggak bikin susah Mama. Lihat Mama kerja segitu aja Reza udah kasian, Reza merasa bersalah sama papa karna udah bikin repot Mama.” Jelas Reza panjang lebar. Matanya memerah.
            Bu Sri kaget mendengar jawaban Reza. Bu Sri gak menyangka, Reza yang selama ini selalu terlihat ceria dan memiliki prestasi yang cukup cemerlang ternyata mempunyai beban tersendiri di hidupnya.
            Bu Sri terdiam sejenak. Ia teringat Adi, anaknya yang juga seumuran Reza. Tapi sikapnya masih manja sekali. Beda jauh dengan Reza. Jangankan buku pelajaran yang memang wajib dimiliki, mainan yang sifatnya hiburan saja Bu Sri belikan untuk anaknya itu, tapi Adi masih sering mengeluh dan tak jarang membantah kalau Bu Sri menasehatinya.
            Bu Sri berdiri dari kursinya, berjalan mengahampiri rak buku yang ada di samping meja Bu Sri. Mengambil beberapa buku dan meletakannya di atas meja. Tepat di depan Reza.
            “Ini semua buku pelajaran kelas 4.” Kata Bu Sri.
            Reza melihatnya satu persatu memastikan kalau itu memang buku-buku kelas 4.
            “Nah, semuanya boleh Reza bawa pulang. Reza baca-baca di rumah.” Lanjut Bu Sri.
            “Beneran bu? Ini semua buat Reza? Reza gak usah bayar?” tanya Reza beruntut. Matanya berbinar senang.
            “iya beneran. Reza boleh bawa pulang buku-buku ini. Gratis,  gak usah bayar.” Bu Sri meyakinkan Reza.
            “Makasih ya Bu, Reza janji bakal belajar lebih giat lagi dan gak akan ngecewain Ibu.” Ucap Reza yakin, lalu mencium tangan Bu Sri.
            Bu Sri tersenyum senang, lalu mengangguk.
***
            “Reza,” tegur sang Ibu sambil menepuk pundak Reza.
            Reza tersadar dari lamunannya. Ternyata Ibu sudah dipersilahkan maju dan sekarang berdiri di sebelahnya.
            Hari ini adalah hari pembagian rapor. Dan saat Bu Sri, Wali kelas Reza membacakan urutan rangking, nama Reza tercantum sebagai juara satu dari kelas 4. Reza terlonjak kaget dan senang bukan main. Reza gak menyangka bisa dapat rangking satu. Biasanya ia hanya mendapat rangking 3 atau 4. Reza dan Ibunya di persilahkan naik ke atas podium oleh Bu Sri untuk mengambil rapor dan hadiah. Seperti anak kelas 5 dan 6 tadi, setelah menerima hadiah Reza dipersilahkan juga untuk berbicara mengungkapkan rasa senang dan terimakasihnya. Hal ini sudah jadi tradisi di sekolah Reza.
            “Reza gak tau harus bicara apa.” Ucap Reza terputus.
            “Reza seneng banget dan gak nyangka bisa rangking satu. Reza mau ngucapin terimakasih buat Mama, buat kerja keras dan do’a-do’anya. Makasih juga buat Bu Sri, udah jadi guru sekaligus Mama buat Reza di sekolah ini. Tanpa bantuan Bu Sri kegiatan belajar Reza gak akan semudah ini. Reza bangga bisa ada di atas podium ini. Bisa berdiri di depan teman-teman semua. Setelah ini, Reza janji akan belajar lebih giat lagi. Hadiah ini reza persembahkan buat Mama dan Bu Sri, juga buat papa di surga sana.” Reza mengakhiri bicaranya. Ia pun turun diikuti Ibunya di belakang.
***
            Dulu, setelah kepergian ayah Reza, ibunya sempat khawatir dan takut membesarkan Reza sedirian. Ibunya takut salah dan gagal mendidik Reza. Tapi sekarang ke khawatiran itu hilang sudah. Ibunya bangga pada Reza, di tengah hidup yang serba pas-pasan dan tanpa di bimbing oleh kehadirang seorang ayah Reza tetap dapat tumbuh jadi pribadi yang baik. Keadaannya yang sekarang ini sama sekali tidak dijadikan penghambat, justru malah di jadikan cambuk untuk terus semangat menuntut ilmu.
            Semoga tokoh Reza ini dapat menjadi contoh untuk adik-adik sekalian. Bahwa dalam keadaan seperti apapun kita tetap harus menuntut ilmu. Jangan mudah menyerah dan terus berusaha. Karan disetiap ada kemauan disitu pasti ada jalan.

            SELAMAT HARI ANAK J

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Merinding

Posting Komentar