Hadiah
Ini Untuk Kalian
Hari itu wajah Reza tampak berseri.
Ia memandang ke arah Ibunya yang berdiri
tepat di sampingnya. Wajah Ibu Reza juga tak kalah berseri. Senyum
bangga tampak jelas menghiasi wajahnya.
***
“Bim, kamu udah selesai belum
bacanya?” tanya Reza yang duduk di belakang Bimo.
“Belum.” Jawab Bimo pendek.
Reza bingung. Ulangan dadakan mau
dimulai 15 menit lagi tapi dia belum baca materinya sedikitpun. Bukan karena
Reza malas, tapi karna dia gak punya buku pelajarannya. Buku itu cukup mahal
dan Reza bukan anak orang kaya seperti Bimo dan teman-teman lainnya yang bisa
beli buku pelajaran kapan saja. Reza harus menabung sampai berminggu-minggu
barulah bisa membeli buku. Biasanya dia akan menyalin materi itu ke buku
tulisnya sebelum ulangan berlangsung. Tapi kali ini, Bu Guru memberikan ulangan
dadakan. Dan Reza gak punya banyak waktu untuk menyalin materinya.
Reza tertunduk lesu di mejanya. Bu
guru berjalan mendekati Reza.
“Reza, kamu sakit?” tanya Bu Guru.
Reza menggeleng.
“Terus kamu kenapa?”
“Reza gak punya bukunya Bu, biasanya
kalau mau ulangan Reza minjam buku Bimo dan meyalinnya terlebih dahulu. Tapi
kali ini ulangannya dadakan.” Jawab Reza masih tertunduk.
“Kenapa gak bilang dari tadi? Kan
Reza bisa pinjam punya Ibu,” kata Bu guru.
“Reza malu Bu, di kelas ini cuma
Reza yang gak punya buku-buku pelajaran.” Jawab Reza pelan. Pelan sekali.
“Ya udah, ini buku Ibu boleh di bawa
sama Reza. Nanti selesai ulangan, Reza ke ruangan ibu ya,” ucap Bu guru lagi.
Reza mengangguk cepat. Ia segera
membuka buku itu. Masih ada waktu 10 menit untuk membaca-baca materi.
***
Seperti yang diminta Bu guru,
selesai ulangan Reza berjalan menuju ruangan Bu Sri, guru IPA sekaligus wali
kelas Reza. Disana Bu Sri sudah menunggu kedatangan Reza.
“Masuk Za,” kata Bu Sri saat Reza
mengetuk pintu ruangannya.
Reza masuk, ia pun duduk di kursi
yang berhadapan langsung dengan Bu Sri.
“Za,kenapa gak pernah bilang ke Ibu
kalau kamu gak punya buku-buku pelajaran?” Bu Sri menatap Reza yang tertunduk.
“Reza bingung mau ngomongnya, Ibu
sendiri gak pernah nanya.” Jawab Reza polos.
“Jadi dari kelas 1 sampai kelas 4
ini kamu gak pernah beli buku?”
Reza mengangguk.
“Reza gak pernah bilang ke Mama
kalau harus ada beberapa buku yang di beli?” tanya bu Sri lagi.
“Reza gak tega Bu, untuk uang jajan Reza saja Mama harus bantu-bantu
di Warung Tante dulu. Apalagi untuk beli buku. Dulu sebelum Papa meninggal,
Papa bilang, Reza harus bisa jagain Mama, bantuin Mama dan enggak bikin susah Mama.
Lihat Mama kerja segitu aja Reza udah kasian, Reza merasa bersalah sama papa
karna udah bikin repot Mama.” Jelas Reza panjang lebar. Matanya memerah.
Bu Sri kaget mendengar jawaban Reza.
Bu Sri gak menyangka, Reza yang selama ini selalu terlihat ceria dan memiliki
prestasi yang cukup cemerlang ternyata mempunyai beban tersendiri di hidupnya.
Bu Sri terdiam sejenak. Ia teringat
Adi, anaknya yang juga seumuran Reza. Tapi sikapnya masih manja sekali. Beda
jauh dengan Reza. Jangankan buku pelajaran yang memang wajib dimiliki, mainan
yang sifatnya hiburan saja Bu Sri belikan untuk anaknya itu, tapi Adi masih
sering mengeluh dan tak jarang membantah kalau Bu Sri menasehatinya.
Bu Sri berdiri dari kursinya,
berjalan mengahampiri rak buku yang ada di samping meja Bu Sri. Mengambil
beberapa buku dan meletakannya di atas meja. Tepat di depan Reza.
“Ini semua buku pelajaran kelas 4.”
Kata Bu Sri.
Reza melihatnya satu persatu
memastikan kalau itu memang buku-buku kelas 4.
“Nah, semuanya boleh Reza bawa
pulang. Reza baca-baca di rumah.” Lanjut Bu Sri.
“Beneran bu? Ini semua buat Reza?
Reza gak usah bayar?” tanya Reza beruntut. Matanya berbinar senang.
“iya beneran. Reza boleh bawa pulang
buku-buku ini. Gratis, gak usah bayar.”
Bu Sri meyakinkan Reza.
“Makasih ya Bu, Reza janji bakal
belajar lebih giat lagi dan gak akan ngecewain Ibu.” Ucap Reza yakin, lalu
mencium tangan Bu Sri.
Bu Sri tersenyum senang, lalu
mengangguk.
***
“Reza,” tegur sang Ibu sambil
menepuk pundak Reza.
Reza tersadar dari lamunannya.
Ternyata Ibu sudah dipersilahkan maju dan sekarang berdiri di sebelahnya.
Hari ini adalah hari pembagian
rapor. Dan saat Bu Sri, Wali kelas Reza membacakan urutan rangking, nama Reza
tercantum sebagai juara satu dari kelas 4. Reza terlonjak kaget dan senang
bukan main. Reza gak menyangka bisa dapat rangking satu. Biasanya ia hanya
mendapat rangking 3 atau 4. Reza dan Ibunya di persilahkan naik ke atas podium
oleh Bu Sri untuk mengambil rapor dan hadiah. Seperti anak kelas 5 dan 6 tadi,
setelah menerima hadiah Reza dipersilahkan juga untuk berbicara mengungkapkan
rasa senang dan terimakasihnya. Hal ini sudah jadi tradisi di sekolah Reza.
“Reza gak tau harus bicara apa.”
Ucap Reza terputus.
“Reza seneng banget dan gak nyangka
bisa rangking satu. Reza mau ngucapin terimakasih buat Mama, buat kerja keras
dan do’a-do’anya. Makasih juga buat Bu Sri, udah jadi guru sekaligus Mama buat
Reza di sekolah ini. Tanpa bantuan Bu Sri kegiatan belajar Reza gak akan
semudah ini. Reza bangga bisa ada di atas podium ini. Bisa berdiri di depan
teman-teman semua. Setelah ini, Reza janji akan belajar lebih giat lagi. Hadiah
ini reza persembahkan buat Mama dan Bu Sri, juga buat papa di surga sana.” Reza
mengakhiri bicaranya. Ia pun turun diikuti Ibunya di belakang.
***
Dulu, setelah kepergian ayah Reza,
ibunya sempat khawatir dan takut membesarkan Reza sedirian. Ibunya takut salah
dan gagal mendidik Reza. Tapi sekarang ke khawatiran itu hilang sudah. Ibunya
bangga pada Reza, di tengah hidup yang serba pas-pasan dan tanpa di bimbing
oleh kehadirang seorang ayah Reza tetap dapat tumbuh jadi pribadi yang baik.
Keadaannya yang sekarang ini sama sekali tidak dijadikan penghambat, justru
malah di jadikan cambuk untuk terus semangat menuntut ilmu.
Semoga tokoh Reza ini dapat menjadi
contoh untuk adik-adik sekalian. Bahwa dalam keadaan seperti apapun kita tetap
harus menuntut ilmu. Jangan mudah menyerah dan terus berusaha. Karan disetiap
ada kemauan disitu pasti ada jalan.
SELAMAT HARI ANAK J
1 komentar:
Merinding
Posting Komentar