28 Mei 2013

UTS, Becak dan Bu Dokter

       Kejadian ini berawal dari acara gadang. Aku sama temen-temen se kost an punya agenda wajib tersendiri setiap kali Ujian Tengah Semester (UTS) datang melambai-lambai di depan mata. Agenda apa itu? Yap! Agenda SKS alias sistem kebut semalam. Aku dan dua orang temanku yang terkenal cuek sama buku catatan, mendadak rajin nulis malam itu. Iya, nulis semua bahan-bahan buat besok UTS *pliis pliiss mohon jangan ditiru. Nah berhubung besok ada dua mata kuliah yang hendak di ujikan jadilah kita gadang sampai jam dua pagi demi memenuhi semua bahan-bahan buat UTS itu. Padahal besok masuk jam delapan pagi. Setelah diyakini semua beres kita pun tidur, tentu setelah masang alaram biar besok gak kesiangan. Namun untung tak dapat dikejar, malang tak dapat di tolak, pagi itu kita bertiga bangun kesiangan!!! Jam alarm yang kita pasang jam enam pagi gak berbunyi. Setelah di cek ternyata ponselku, yang waktu itu dijadikan alaram mati karna batre low. Aaarrrgh..!!!

            Waktu itu jam menunjukan pukul 07.30, itu artinya kita cuma punya waktu 30 menit buat siap-siap dan berangkat ke kampus. Jangankan sarapan, pagi itu kita gak mandi. Bayangkan gak mandi! Andai ini ujian harian biasa mungkin kita gak akan sepanik ini, tapi hari ini kita mau UTS, ujian yang hasilnya mempunyai pengaruh 40% terhadap nilai IP. Jadilah kita cuma cuci muka dan langsung terbirit-birit lari ke jalan raya. Biasanya kita naik angkot, dan itu memakan waktu sekitar 20 menit. Belum lagi ditambah macet dan ngetemnya. Itu sama sekali tidak akan menyelamatkan kita. Atas usul salah satu temanku, pagi itu kita sepakat buat naik becak. Setelah di hitung hitung kalau naik becak cuma memakan waktu 15 menit. Lumayanlah.
            Dan karna kita anak kostan, yang kehidupannya serba pas-pas an, kita gak mau mendadak kere dan kelaparan seminggu kedepan hanya karna uang jajan abis buat bayar ini becak. Jadilah kita naik di satu becak. Aku dan satu temanku duduk di jok, dan satu lagi duduk di bawah. Iya dibawah, di tempat kaki. Silahkan bayangkan sendiri gimana posisi kita waktu itu.
            “Mang, ke kampus. Cepet ya, ngebuutt!” kataku ke mang becak.
            Sesuai yang aku minta, si mang becak langsung menggenjot becak ala roller coaster! Segala lobang yang ada di jalanan itu diterjang dengan ganasnya. Aku menutup mata ketakutan,temanku yang duduk dibawah jerit-jerit histeris sambil mencari pegangan, berusaha tidak terpental dari becak. Sampai tibalah kita di sebuah tikungan, becak yang kita tumpangi ini berpapasan sama sebuah mobil Jazz yang melaju gak kalah ngebut sama kita.
            Ciiiiittttt...!!! si mang becak mengerem tanpa aba-aba.
            OMG! Temanku yang duduk di bawah terpental dari becak. Aku buru-buru menghampirinya, mukanya pucat pasi dan sikut sama jari kakinya lecet dan mengeluarkan darah. Kita panik, si mang becak juga gak kalah panik. Jam nunjukin pukul 07.45, seperempat jam lagi masuk. Beruntung tempat kita jatuh ini gak jauh dari rumah Bu dokter yang lagi buka praktek. Si mang becak membawa temanku yang luka ini ke tempat bu dokter, aku dan temanku yang satu berjalan mengikuti dari belakang.
            “Keserempet mobil ya?” tebak Bu dokter begitu melihat kondisi temanku.
            “Bukan bu, tapi terpental dari becak.” Sahutku. Bu dokter tersenyum.
            Bahaya ini kalau harus nungguin temanku selesai di obatin, bisa-bisa kita semua telat. Mana gak bawa uang buat bayar berobat lagi.
            “Bu dokter, aduuh gimana ngomongnya ya, emh, jadi gini Bu, kita kan lagi mau UTS di kampus, 10 menit lagi masuk, emh.. emh..” kataku terputus, mendadak gagu lagi. “Emh, boleh gak nitip temanku disini dulu?” tanyaku.
            Temanku yang sedang di obati oleh Bu dokter melotot kejam ke arahku. Ku lihat Bu Dokter tersenyum.
            “Boleeh..” jawab Bu dokter pendek. Sedikit tersenyum.
            “Waah makasih banyak Bu, tapi nganuu Bu, emh.. kita gak bawa uang buat bayar berobat ini,” kataku takut-takut. Bahaya! Pasti langsung di usir ini, pikirku waktu itu.
            “Gak papa, teman kalian boleh disini dulu istirahat. Ya udah sana, ntar kalian telat lagi.” kata Bu dokter.
            “Terus nasibku gimana?” protes temanku yang sedang di obati Bu dokter.
            “Kasih ini saja ke Dosen kalian,” Bu dokter menyodorkan selembar kertas.
            Buru-buru ku ambil, ternyata surat keterangan sakit.
            “Makasih banyak Bu, ini sangat membantu kita. Maaf sudah merepotkan, sekali makasih Bu. Makasih.” Kataku panjang lebar. Aku dan temanku yang satupun segera melejit keluar dari ruangan Bu dokter, menghampiri mang becak yang sedari tadi setia nungguin kita di luar.

            Selesai Ujian kita langsung balik lagi ke tempat prakter Bu dokter, menjemput teman kita, tentunya setelah mampir ke ATM dulu tadi, ngambil uang untuk berobat. Tapi untungnya Bu dokter baiknya luar biasa. Pas kitatanya “berapa” Bu dokter bilang gak usah. Katanya cuma perban sama betadine dikit kok. Kita tersenyum sumringah. Akhirnya kita gak jadi kelaparan seminggu kedepan karna uang kita gak jadi keluar buat berobat. Kita pamit pulang dan gak lupa mengucapkan terimakasih yang entah sudah berapa kali kita ucapkan pada Bu dokter. Sekali lagi TERIMA KASIH BU DOKTER. J

2 komentar:

mawi wijna mengatakan...

Waaah, untung bu Dokternya baik hati yaaa...

Rusyda Andini mengatakan...

Iya, Bu dokter ngebayangin kalo yang ngalamin itu anaknya, makanya dia baik :)

Posting Komentar