OSPEK, satu kata penuh makna. OSPEK,
bawa hati bahagia. Oke hup! Yang statusnya twibi-twiboys atau yang tau lagu
Love Is You nya Cherrybelle kemungkinan besar saat membacanya tadi sambil
dinyanyiin, iyakan? Muahaha
Buat para Mahasiswa baru yang mau
masuk ke suatu Universitas, lazimnya bakal ngalamin masa ini. Menurut pengalaman
aku, OSPEK atau kalo dipanjangin itu “Orientasi Studi dan Pengobatan Kurap”
adalah semacam kegiatan pengenalan para mahasiswa baru terhadap kampus beserta
isinya, kaya dosen, asisten dosen, senior, wortel, kentang, atau yang lebih
mahalan dikit yaitu isi telor biawak. Nah, rangkaian kegiatan dari OSPEK ini
beragam.Ada yang lucu, garing, ada yang bikin kesel, bikin nyengir, sampe yang
bikin muran durja. Tapi ada juga yang nyenengin dan unforgetable, kaya pas lagi
lari-lari karna takut telat, tiba-tiba tabrakan sama senior ganteng yang keren,
buku-buku sama jerawat berserakan dilantai, pas mau mungutin tangannya gak
sengaja kepegang sama tuh senior. Terjadilah adegan saling menatap satu sama
lain sambil senyum-senyum, abis itu jadian deh. Dan lagu Gugur Bunga pun
menggema.#Oke abaikan, yang ini FTV
banget.
Nggak heran kegiatan OSPEK ini
selalu berhasil meninggalkan kenangan tersendiri disetiap makhluk yang
mengalaminya. Walaupun udah beberapa bulan, bahkan tahun yang lalu, masa-masa
OSPEK masih tetep nanjeb dihati, membekas dan sulit dilupakan. Eeaa..
***
Waktu itu senior membagi MABA
(Mahasiswa Baru) jadi beberapa kelompok. Disebutkannya nama-nama asing itu satu
persatu plus nomor kelompoknya. Aku
kebagian kelompok nomor enam. Apesnya, aku nggak ingat nama lainnya yang jadi
kelompokku itu. Jadilah aku harus mengembara di halaman kampus ini, menepok
pundak orang satu persatu sambil nanyain apakah dia kelompok enam apa bukan.
Nah, disaat itulah ada seorang cowok
nepok pundakku. Tangan kirinya pegang kertas, di selipan kuping kanannya
bertengger sebuah pena dan tangan kirinya membawa tas gendong kecil. Awalnya
aku kaget, aku kira dia sales perabotan rumah tangga yang mau nawarin panci
keluaran terbaru dengan merk Honda, atau kompor termutakhir yang mengandalkan
kotoran iguana sebagai bahan bakarnya dengan diskon 99%. Buru-buru aku sadar,
kalo dia sales perabotan rumah tangga, ngapain juga dia keliaran di kampus
gini. Sangkaan yang bodoh!
“Andini ya?” tebaknya.
“Kok tau?” tanyaku aneh.
Aku mulai menyangka-nyangka lagi.
Jangan-jangan aku lagi di kerjain sama salah satu stasion TV. Kok bisa orang
itu tau namaku. Tau dari mana? Dari siapa? Kuputar pandangan ke atas, mencari-cari,
siapa tahu ada kamera tersembunyi. Nihil.
“Itu,” jawabnya sambil menunjuk ke
arah dadaku.
“Waah, kang! Jangan macem-macem ya!
awrdyfn kfytgdbv sjfher mvkfkgh ditanya tau namaku dari mana malah
nunjuk-nunjuk dada. Dasar @#$% &$#*&!!” Wuush aku emosi.
“Astaghfirulloh Teh, istighfar.
Maksudnya itu, dari name tag teteh.” Jawabnya pucat.
Glek! Seperti ditampol sendal jepit
swallow. Aku baru sadar, kalo ternyata memang ada name tag yang menggelayut di
saku bajuku ini. Ya Tuhaaan! Rasanya pengen ganti muka. Malu. Aduuh bego banget
sih aku. Bego, bego, begoo *Jedot-jedotin
kepala ke tembok.
“Eh..
Emh.. Nng... maaf.” Ucapku pelan sambil tertunduk dalem.
“Iya nggak papa, kamu kelompok enam
kan?” tanyanya sambil mengelap muka yang basah terkena.. ehem! Terkena
semburanku tadi, mungkin.
“Iya, aku kelompok enam.
Oke, aku Ncep, kelompok enam juga. Yuk
cari teman-teman yang lain!” tangannya mencontreng namaku di selembar kertas
yang sedari tadi di pegangnya.
“Yuk!” sahutku pendek, masih berusaha
mengumpulkan keberanian buat ngeliat muka malang itu.
Aku mulai berjalan beriringan
dengannya. Mencari tujuh nama lagi. Di kertas yang dipegang Ncep, tertera
nama-nama asing itu. Ada Rizki, Yudi, Tri, Santa, Sri, Ryma, Rita.
“Buset,
rajin juga nih anak. Aku boro-boro kepikiran buat nyatet, bawa buku sama pulpen
aja nggak.” Batinku berdecak kagum.
Ku lihat wajahnya, hmm lumayan
ganteng juga. Setidaknya dengan supir carry langgananku. Aku mulai
cengar-cengir sendiri menikmati wajahnya. Astaga! Mikirin apa aku. Fokus Ndin, fokus.
Kayaknya nih otak emang perlu di restart ulang.
“Din, liat itu,” tunjuk Ncep ke arah
angka dua jarum jam.
Mataku mengikuti telunjuknya, “Apa?
Tukang Es Doger ya? Waah tau aja kalo aku lagi haus,” tebakku sambil melihat
tukang Es Doger yang mangkal di pinggir jalan, sebrang kampus.
“Bukan.” Jawabnya pendek.
Buyar sudah bayanganku tentang Es
itu. Ncep menarik pergelangan tanganku. Aku membuntut saja, pasrah.
Tampak selembar kertas usang melayang-layang
di depan mataku, dua kata di ketas itu terbaca jelas olehku.
“Kelompok Enam,” ucap Ncep pelan.
Aku nyengir lebar, yeah! Akhirnya
ketemu juga makhluk-makhluk asing itu.
Setelah kenalan satu sama lain, kita
mulai berdiskusi serius membahas segambreng tugas kelompok dari senior yang
harus kita selesaikan. Dimulai dari menentukan nama kelompok.
“Nama kelompok kita apaan ya
bagusnya?” tanya Sri membuka percakapan.
Hening.
“Kelompok ‘45’ aja,” usul Yudi.
“Hah? Kesannya kok pejuang banget,
nggak ada yang romantis dikit apa?” aku melotot protes.
“Jadi gini filosofinya, kita kan
sembilan orang, empat tambah lima kan sembilan.” Yudi menjelaskan.
Sumpah! Ini sangat GaJe dan
mengganjal dipendengaranku. Apa kerennya nama kelompok kaya gitu.
“Hmm, kalo nama kelompoknya 45, trus
yel-yel nya lagu apa? Mau lagu 123?” Dahi Ncep mengkerut-kerut.
“Satu-satu
aku sayang Ibu
Dua-dua
juga sayang Ayah
Tiga-tiga
sayang adek kaka
Empat
lima nama kelompokku.”
Eer! Bulu kudukku merinding seksi
mendengarnya. Kebayang kalo lagu 123 resmi jadi yel-yel kelompok ini. Tamat
sudah OSPEK ku. Bisa-bisa kita disangka segerombolan makhluk yang lagi promosi
TK Luar Binasa.Beruntung yang lain menggeleng serempak tanda nggak setuju.
“Gimana kalo “Super D” aja?” Ncep
usul memberi pencerahan.
“Filosofinya?” tanya Iki.
“Itu kan judul lagunya Rosemary yang
Super Girl, nah karna kita dari kelas D, makanya di ganti jadi Super D. Reffnya
bagus lho, bisa dijadiin yel-yel.”
“Liriknya gimana? Aku nggak
tahu,tulis aja deh” aku menyodorkan secuil kertas ke Ncep.
Ncep menyambar kertas yang ku
sodorkan, dan mulai mencoret-coretnya. Yang lain ikut melirik dan mengetiknya
di ponsel masing-masing.
“Oke, sekarang nyanyiin,” pintaku
lagi setelah mendapat lirik.
Mulailah Ncep berdehem-dehem,
mengatur suara dan nafas.
“In my heart, In my soul, In my
mind, In my day. I wanna be a super D, i wanna be like that, I wish that’s
true.”
“Not bad, aku suka, yang lain
gimana?” tanyaku meminta persetujuan.
“Uhun we eta,” jawab Tri.
“Ngikut we abi mah,” kata Sri,
tangannya masih menari-nari di keypad ponselnya menuliskan lirik.
“Oke deal! Sekalian we jadi ketua,”
Iki menyalonkan Ncep.
Yang lain mengiyakan, Ncep nggak
bisa menghindar.
***
Besoknya, sesuai waktu yang udah ditentuin sama panitia
kita kumpul di kampus jam delapan pagi dengan perlengkapan yang menyalahi
kodrat. Di leher udah bergelantung dengan malang tiga bungkus permen yang di
jait jadi satu, di tambah lagi name tag yang harus terbuat dari benda-benda
berbau IT. Karna emang aku masuk jurusan Informatika. Jadilah waktu itu aku
membuat name tag dari keybord. Andai ada produser yang ngeliat, dia pasti
langsung nawarin aku main film dengan judul “Wanita Berkalung Keybord”.Gubrak!
Setelah semuanya kumpul, aku sama temen-temen mulai di
arak keluar kampus dengan penampakkan seperti ini. Digirng entah kemana. Kita
cuma di tuntun sama tanda panah yang bertengger di aspal dan pohon.
“Nanti kalian akan nemuin beberapa POS. Disetiap POS
kalian harus bisa menyelesaikan tugas yang diberikan oleh panitia yang ada
disana!!!” Seorang panitia berkoar-koar hilir mudik pake Onta sepanjang kita
ngesot mengikuti rute sesuai panah.
Sampailah kita di pos satu. Tampak dua orang panitia diri
berjajar. Yang satu ngomongnya sama sekali nggak dimengerti oleh kuping sehat.
Kayaknya itu dampak dari behel tumpuk empat yang menjejal di mulutnya. Yang
satu lagi cowok bermata satu. Mata yang satu lagi kealingan sama poninya. Mirip
bajak laut gagal berlayar.
“hiapa ngnua ngeompoknya?” tanya panitia berbehel itu.
“Apa teh? Perampok? Bukan, kita bukan perampok, kita
salah satu peserta OSPEK teh,” aku mencoba menjelaskan.
Matiih aku! Mata si teteh melotot. Hampir aja itu bola
mata keluar dari cangkangnya.
“Ketua kelompok!” si bajak laut angkat bicara.
“Ini..” telunjuk kita kompak
menunjuk Ncep.
“Oke, apa kalian udah membawa semua
benda yang kita minta kemarin?” Masih Si bajak laut yang angkat bicara.
“U.. u..udah a,” jawab Ncep gemetar.
“Kalo gitu, sekarang coba keluarin
ikan teri yang matanya jereng sama keringetnya JKT45!”
“Hah?! Ikan teri yang matanya
jereng? Peresaan kemarin nggak di suruh bawa itu,” Ncep melongo kaget.
“Owh, jadi menurut kamu saya yang
salah?!” si bajak laut nyolot.
“Bukan, bukan gitu. Sependengerannya
saya kemarin, kita cuma disuruh bawa keringetnya JKT45.” Ncep masih protes.
“Jadi menurut kamu, saya budeg
gitu?!”
“Gustii maksudnya apa coba? Lagian mana ada ikan teri yang matanya jereng?
Mau beli di Zalora.com, tokobagus.com atau 7eleven sekalipun nggak akan ada
hewan cacat itu! Apa banget nih senior. Lagi mabok kayaknya.” Aku menggerutu
dongkol. Tentunya sambil ngumpet di ketek Sri biar suara ku ini nggak menyebar
ke pendengaran Si teteh behel sama Bajak Laut gagal berlayar itu.
***
Kejanggalan dan kenistaan masa OSPEK
nggak berhenti disitu aja. Di POS selanjutnya, aku sama temen-temen disuruh
jadi pengamen merangkap pemulung barang-barang bekas dengan plastik gede di
punggung, yang andai aja kubah mesjid Nabawi di Mekkah sana dimasukin kedalam
ini plastik pasti muat.
Waktu itu aku protes sama panitia.
Masa iya, kita yang pake Almamater kampus gini harus ngamen plus mulung?
Bukannya itu sangat mencemar, mencoreng dan merusak nama baik serta harga diri
kampus?! Belum lagi kalo sampe ada wartawan yang ngeliat, bisa-bisa aksi kita
ini dimasukin koran dan jadi head news dengan judul “Diancam D.O Oleh Kampus,
Segerombolan Mahasiswa Nekat Jadi Pemulung Merangkap Pengamen”ngaco? Emang!
Tapi apalah daya, protes ku sama
sekali nggak digubris sama panitia berjiwa kejam bak ketua NAZI zaman perang
dunia dulu. Dia malah meniup peluit dengan serta merta tanda tugas dimulai,
bikin Bu Rym megap-megap karna penyakit ambeyennya kumat.
Selesai ngamen dan mulung, di pos
terakhir, aku sama temen-temen diminta buat menyetorkan semua hasil kerja keras
kita tadi. Lumayanlah hasilnya, dari ngamen kita bisa beli nasi padang sembilan
bungkus sisanya baru kita kasih ke panitia. Dan dari mulung kita berhasil
menemukan barang-barang bekas yang bisa di daur ulang, kaya botol-botol bekas,
sendal jepit bekas sampe mobil-mobil bekas yang diparkir dengan cantik di
dealer deket warung nasi padang tempat kita makan tadi.
Kali ini panitia tersenyum bangga.
Bahkan dia nawarin kerjasama membuat perusahaan besar yang bergerak di bidang
pemulungan barang-barang bekas. Selesai menanda tangani MoU kitapun pulang
kerumah masing-masing. Diantar polisi sama tukang parkir yang melihat aksi
anarkis kita tadi, masukin mobil bekas kedalam plastik yang maha gede pemberian
panitia di POS dua tadi.
7 komentar:
Hahaha segitunyaa yah
Hahaaa.. Kuliah dmana tuh?
Iya emg gitu beud :D
Di BSI Tasik ;)
Hai Kak, follback blog aku ya kak-bi.blogspot.com ya :) Udah aku follow, makasih ;)
Pos to pos itu emang seru. Apalagi kalau dimarah-marahin. Ningkatin level adrenalin aja. Seger rasanya.
Setahun yang lalu :( ketika aku di banjur air selokan sama Budin :'(
Posting Komentar