“Pak..! Bimo Pak..! Bimo pingsan di
bawah pohon itu!!!” Ega teriak-teriak histeris sambil berlari mendekati rumah
Bimo.
Pak Agil terhenyak kaget, ia tak
menjawab apa-apa hanya saja langsung bangkit dan berjalan ke arah pohon itu. Ega
yang menyaksikan kejadian tadi masih shock, ia terduduk lemas di kursi teras
depan rumah Bimo.
“Ada apa Ga???” Ibu Bimo keluar dari
dalam rumah dengan muka panik.
“Anu Bu, Bimo, Bimo pingsan di bawah
pohon itu.” Nafas Ega masih tersengal.
“Apa?! Antar Ibu ke sana Ga,” pinta
Bu Bimo, ada gurat khawatir di raut wajahnya.
Ega berjalan di depan Bu Bimo,
langkahnya cepat. Pikirannya tak karuan. Ia melihat arloji yang ada di tangan
kirinya. Jam 21.05.
“Ibu kan udah sering bilang ke
kalian, kalau malam hari gak boleh berdiam diri di bawah pohon, bisa-bisa
kalian di bius setan yang ada di pohon itu. Kejadian kan sekarang,” jeals Ibu
Bimo mengingatkan kembali.
Ya, walaupun daerah ini merupakan
perkotaan di bagian selatan Bandung, tapi masyarakat disini masih percaya
dengan hal-hal berbau mitos. Salah satu mitos yang kuat beredar di sini adalah
tentang pohon itu. Bukan hanya Ibu Bimo, Ibu Ega pun sering bilang, “Kalau
malam hari jangan berdiri di bawah pohon. Nanti pingsan di bius oleh setan yang
ada di pohon itu.”
Sesampainya disana, tampak Pak Agil
telah menggontong Bimo yang masih tak sadarkan diri. Aku dan Ibu Bimo berbalik
arah, berjalan di belakang Pak Agil menuju rumah.
***
Hari itu merupakan hari terakhir
latihan sebelum acara dimulai. Bimo dan Ega sebagai senior di SMA itu, juga penanggung jawab acara pentas seni sekolah meminta
kepada semua teman-temannya untuk serius berlatih dan meluangkan waktunya lebih
lama dari latihan dihari-hari biasanya. Canda tawa mewarnai jalannya latihan,
sampai tak terasa waktu sudah malam.
“Oke, berasa udah jam 8 malam. Semuanya udah bagus kok. Sekarang teman-teman
boleh pulang. Semuanya jaga kesehatan ya.” Ucap Bimo menyemangati
teman-temannya.
Latihan
selesai dan teman-teman mereka mulai pulang satu persatu, namun Bimo dan Ega masih berkutat di tempat
latihan. Mereka masih harus menyelesaikan beberapa hal untuk pentas besok.
“Bim, kamu bawa sepeda kan?” tanya
Ega disela-sela merapikan panggung.
“Iya, kenapa?” tanya Bimo.
“Baguslah, soalnya aku gak bawa
sepeda. Entar aku nebeng ya,” pinta Ega.
“Sip..!” jawab Bimo singkat.
Tak ada suara lagi setelah
percakapan itu. Mereka larut dalam pekerjaannya masing-masing.
“Gimana Bim?” tanya Ega dari atas
panggung.
Bimo mengacungkan dua jempolnya
sambil tersenyum. Di dalam hatinya optimis bahwa pentas seni kali ini akan
lebih sukses dari tahun kemarin.
Setelah dirasa semuanya beres,
mereka memutuskan untuk pulang. Malam itu Ega dibonceng oleh Bimo. Jalan menuju
rumah mereka memang selalu ramai, hal itu yang membuat mereka tak pernah takut
kalaupun harus berjalan berdua menelusuri jalan di malam hari. Tapi kemudian
sepeda terhenti, Bimo teringat sesuatu.
“Ga, kita mau jalan mana nih?” tanya Bimo.
“Jalan Sudirman aja, lebih deket.”
Jawab Ega.
“Yakin? Gak mau jalan raya aja yang
ramai? lagian jalan Sudirman gelap gak ada penerang jalannya?” Bimo ragu.
“Iya sih, tapi kita bisa menyingkat
waktu 15 menit kalau jalan Sudirman. Lagian aku udah laper banget.” Ega masih
pada pilihannya.
“Baiklah, aku juga udah lapar.” ujar
Bimo akhirnya.
Merekapun sepakat untuk melewati
jalan Sudirman, walaupun di jalan itu gelap dan sepi tapi jaraknya lebih dekat
dibanding harus lewat jalan raya. Rasa lapar dan haus yang melanda membuat Bimo
mengayuh pedal sepedanya dengan cepat. Sampai akhirnya Bimo merasa ada yang
aneh dengan sepedanya. Rantainya copot.
“Duh! Rantainya pake copot segala
lagi.” Ujar Bimo, nadanya sedikit tinggi.
Mereka berhenti tepat di bawah pohon
beringin besar. Dengan nafas yang tersengal-sengal Bimo mencoba membenarkan
rantai sepedanya yang copot.
“Ga, coba sama kamu. Aku mau atur
nafas dulu” pinta Bimo pada Ega.
Ega mengambil alih sepeda itu dari
tangan Bimo. Bimo mencoba mengatur nafasnya yang tersengal karna terlalu
bersemangat mengayuh sepeda tadi. Ia menyandarkan tubuhnya pada pohon beringin
yang besar itu.
“Rantainya kelonggaran nih Bim,
makanya lepas gini.” Kata Ega tanpa memandang ke arah Bimo. Ega masih mencoba
membenarkannya.
“Bim, coba kasih cahaya pake ponsel
kamu.” Ujar Ega, masih tanpa melihat ke arah Bimo.
Ega mulai merasa janggal. Bimo yang
sedari tadi diajak bicara tak ada menyahut sekalipun. Ia meletakan sepeda itu
lalu menengok ke arah Bimo. Betapa kagetnya Ega, saat melihat Bimo yang sudah
tergeletak lemah di bawah pohon itu.
“Bim, Bimo..!!!” Ega
menggerak-gerakkan tubuh Bimo. Namun Bimo masih terdiam. Ega panik, ia
memutuskan untuk berlari meninggalkan Bimo, meminta bantuan pada keluarga Bimo
yang rumahnya masih sekitar 100 m dari pohon itu.
***
Bimo tersadar. Pandangannya masih
kabur. Ayah dan Ibu ada di hadapannya.
“Kamu udah sadar Bim,” ujar Ibu
pelan.
Saat itu Ega datang dari arah pintu
bersama Pak Jono, guru kesenian mereka yang juga Ketua pelaksana Pentas Seni.
Pak Jono khawatir saat mendengar kabar bahwa Bimo pingsan.
“Kejadiannya bagaimana Ga, kok Bimo
sampai bisa pingsan begini?” tanya Pak Jono.
“Ini ada hubungannya dengan pohon di
jalan Sudirman sana Pak, saya udah sering nasehatin mereka jangan berdiam diri
di bawah pohon itu kalau malam hari. Bisa-bisa pingsan di bius setan. Tapi tadi
mereka berhenti disitu karna rantai sepedanya lepas,” jelas pak Agil.
“Tunggu-tunggu, dibius setan?” tanya
Pak Jono aneh.
“Iya Pak, kata masyarakat sini,
kalau malam hari berdiam diri di bawah pohon itu bisa-bisa pingsan karna dibius
setan.” Jelas pak Agil lagi.
Pak Jono tersenyum, “Maaf ya Pak,Bu,
kejadian pingsan di bawah pohon saat malam hari itu sama sekali gak ada
hubungannya dengan dibius setan. Pada malam hari tumbuhan membutuhkan oksigen
untuk bernafas, sama seperti manusia, makanya proses pernafasan manusia sering
kali terganggu kalau berada di bawah pohon pada malam hari. Apalagi kondisi
Bimo tadi sedanag kelelahan, iya Ga?” Pak Jono menengok ke arah Ega.
“Iya Pak, tadi Bimo kecapean karna
mengayuh sepeda.” Jawab Ega.
Pak Agil mengangguk mendengar
penjelasan Pak Jono, jelas sudah tentang mitos itu. Ia lega karna ternyata Bimo
hanya kelelahan dan tidak sampai berhubungan dengan makhluk halus di pohon itu.
Pak Jono izin pulang setelah dapat memastikan bahwa Bimo baik-baik saja. Begitu
juga dengan Ega. Malam ini Ega dan Bimo harus istirahat dan menjaga kondisi tubuhnya
untuk pentas seni besok.
1 komentar:
Bimo lagi kelelahan. Kalau malam-malam dekat pohon, oksigennya jadi rebutan. Pantes aja pingsan.
Ini kenapa komennya jadi kayak pelajaran Biologi, ya? Hehehe....
Posting Komentar