Kamu tahu, ada hal yang tidak
pernah aku bayangkan sebelumnya dan sekarang aku harus melakukannya.
Ya. Leaving you, meninggalkanmu, melepasmu, atau entah menggunakan bahasa
apa lagi yang pada intinya sama; tidak bersama denganmu, tidak mengingatmu lagi.
“Makasih ya mas udah dianterin
sampai kostan.” Ucap laras sambil tersenyum pada Bimo.
“Iya sama-sama lagian mas mau
sekalian ketemu sama salsa.” Jawab bimo sambil melepas helmnya.
Aku hanya bisa melihat mereka dari
balik jendela,meyakinkan hatiku kalau bimo dan laras sama sekali tidak ada
hubungan apa-apa. Ya bimo dan laras hanya sebatas senior dan junior di Eskul
Basket. Semoga, tak lebih.
“Sa..” panggil Ike dari arah
belakang.
“Eh kamu ke, kenapa?” tanyaku sambil
menutup gorden dan berbalik ke arah ike.
“Are you ok..? tanyanya khawatir
seolah melihat kecemasan di raut wajahku.
“Iya aku baik-baik aja kok.”
Jawabku lirih.
“Itu ada Bimo di depan, katanya mau
ketemu kamu.” Ucapnya masih dengan nada khawatir.
“Iya makasih ke,” timpalku dengan
senyum tipis berharap dapat mengahpus kekhawatiran ike atas hubunganku dengan
bimo yang mulai rumit. Aku bergegas ke depan menemui bimo.
“Tuh mba salsanya udah dateng, aku
ke dalam dulu ya.” Pamit laras saat melihatku keluar, masih dengan senyum
manjanya ke arah bimo. Ku lihat bimo hanya tersenyum sambil mengangguk.
“Hai sa,” sapanya pendek, tanpa
senyum.
Aku terdiam, berat rasanya untuk
mengeluarkan suara. Sambutan bimo akhir-akhir ini begitu dingin dan kaku. Beda
sekali saat dia bersama laras, tersenyum dan sesekali bercanda terlihat begitu
akrab.
“Kamu kenapa sih kok jadi aneh gini?
Kaku,dingin.” Bimo mengerutkan dahi.
Deg! aku merasa tersudut dengan
ucapannya itu. Kenapa dia malah menghakimiku? Seolah diamku ini tanpa alasan.
Kenapa dia sama sekali tak merasa bersalah atas kedekatannya dengan laras yang
kian hari kian menyakitkanku? Seolah itu hal wajar yang harus ku maklumi?
“Kalau ada masalah cerita dong
jangan malah diam gini, kamu kenapa?!”
tanyanya dengan nada yang meninggi.
Aku semakin merasa tak nyaman.
Rasanya percuma kalau aku mengutarakan apa yang ku rasa pada bimo saat ini. Ia
tak akan mengerti, yang ada dia malah menyalahkanku dan menganggapku
kekanak-kanakan.
Saat aku dan bimo terdiam dari arah
pintu tampak laras yang baru saja selesai mandi datang membawakan segelas air
minum.
“Permisi, maaf ganggu aku cuma mau
nganterin minum buat mas bimo. Pasti haus daritadi belum minum.” Ucapnya riang
sembari memberikan gelas itu ke bimo, dan lagi bimo tersenyum ke arahnya.
***
Mungkin akan mudah menerima jika ini
kali pertamanya bimo mengantar laras kekostan dengan alasan ingin sekalian
bertemu denganku. Mungkin akan mudah menerima jika ini kali pertama bimo bolos
rapat OSIS dengan alasan ada latihan eskul basket. Tapi ini sudah kesekalian
kalinya. Dan sebanyak itu pula bimo selalu menyalahkanku karna sikap diamku
setiap kali bertemu dengannya.
“Salsa!” panggil ike lantang dari
arah pintu ruangan OSIS tempat kita berada saat itu.
“Kenapa ke?” tanyaku lirih dengan
tangan masih terus menegtik di atas keybord computer yang ada di pojok ruangan
osis.
“Sini deh, liat!” pintanya
memanggilku lagi seraya menunjuk sesuatu ke arah luar ruangan.
Aku pun beranjak dari kursiku,
berjalan mendekati ike dan mengalihkan pandangan ke arah yang di tunjuknya.
“Si bimo gak rapat OSIS karna ada
latihan basketkan katanya? Tuh lapangan basket kosong, trus tuh anak latihan
dimana? 2 tahun aku sekolah disini kayaknya lapangan basket cuma satu ini deh,”
jelas ike panjang lebar.
Aku terdiam. Benar lapangan basket
kosong, itu artinya Bimo berbohong padaku, pada pengurus OSIS lainnya. Aku
menghela nafas panjang dan kembali duduk di kursiku tadi. Ike mengikuti
langkahku.
“Bimo pasti lagi bareng laras. Dasar
cowok!!!” umpat ike dengan nada sedikit tinggi membuat teman-teman lain yang
sedari tadi sibuk dengan urusannya menengok ke arah kita.
“Udah lah sa, cowok kaya gitu
ngapain dipertahankan sih?! Apa karna dia orang kaya yang bisa ngebeliin semua
barang yang kamu mau?! Yang selalu ngaterin kamu dengan motor bagusnya itu?! Ayolah
sa, masih banyak cowok lain yang ngantri mau jadi pacar kamu, yang bisa
ngertiin dan ngejaga perasaan kamu. Bukan kaya bimo, anak orang kaya yang
manja, yang cuma numpang tenar sama posisi kamu sekarang. Kalau dia bukan pacar
kamu mana ada sih orang yang kenal dia!!!” jelas ike panjang lebar
menyadarkanku.
Ya mungkin selama ini aku terlalu
baik sama bimo. Aku juga tak pernah bisa marah lama, apalagi bersikap tegas dan
menunjukan sikap tidak suka atas sikapnya itu, karna setiap kali aku marah bimo
mendadak berubah menjadi baik dan perhatian. Dan itu meluluhkan ku. Selalu. Tapi
aku juga gak mau terus menerus merasakan rasa sakit ini. Rasa sakit yang sama.
“Baiklah sepertinya aku harus
mengakhiri rasa sakitku ini.” Ucapku yakin. Kemudian berjalan meninggalkan
ruangan OSIS.
“Sa! mau kemana? Kamu gak akan nekad
bunuh diri cuma gara-gara sakit hatikan?” sergah ike setengah berteriak
melihatku beranjak dari ruangan.
“Tenang, aku gak sebodoh itu kok,”
timpalku sambil tersenyum dan kembali berjalan menuju suatu tempat. Tempat
dimana bimo biasa berada kalau bolos rapat atau bolos saat jam pelajaran
berlangsung. Kedai Coffe. Letaknya tepat di sebrang sekolah ini.
***
“Salsa, kok kamu ada disini?
Bukannya lagi rapat?” ucap bimo terkejut melihat kedatanganku.
“Ras, aku pinjam bimonya sebentar
ya,” izinku pada laras tanpa menjawab pertannyaan bimo.
“oh i..i..iya mbak, silahkan.”
Jawabnya sedikit gagap. Entah karna merasa bersalah atau segan, atau entahlah
aku sendiri tak tau.
Aku berjalan ke luar duduk disebuah
kursi yang ada disana, bimo mengikuti langkahku.
“Lama juga ya kita gak kesini,
padahal waktu kelas satu dulu hampir setiap hari kita mampir kesini tiap kali
pulang sekolah,” kenangku dengan nada lirih.
“Sekarang kamunya sibuk.”Ucap bimo
halus sambil melihat ke arahku.
Ah, tatapan ini, jangan sampai
meluluhkan ku lagi. Ayo sa, kali ini kamu harus tegas.
“Benar katamu, sekarang aku sibuk.
Sibuk berorganisasi sampai tidak punya waktu untukmu. Kamu kemana-mana jadi
sendiri. Dan aku gak mau itu. Aku gak mau menghalangi kamu untuk jalan dengan
siapapun saat aku gak bisa menemanimu. Aku maunya kamu bisa enjoy jalan dengan
siapapun tanpa harus merasa tidak enak karna aku pacarmu. Tanpa harus
bersembunyi-sembunyi seperti ini.” Ungkapaku panjang lebar dengan suara yang
sedikit tertahan, ku gigit bibir bawahku erat-erat, tangisku hampir pecah.
“Maksud kamu?” bimo terperangah
mendengar penjelasanku.
“Bimo, terima kasih sudah pernah
ada. Terima kasih sudah memberi banyak tawa. Terima kasih sudah menaruh puluhan
giga byte memori ke hard disk kepalaku. Aku tidak pernah harus berpura-pura
menjadi orang lain ketika bersamamu. Tapi hubungan kita harus sampai disini.
Maafin aku bimo.” Pungkasku sambil berjalan meninggalkan bimo yang masih
terpaku di tempatnya, kali ini tangisku pecah. tapi aku lega. Lega karna telah
berani mengeluarkan semua uneg-uneg yang aku rasakan saat ini. Sekarang aku
sadar, ternyata bertahan denganmu tidak membuatku jauh lebih baik, karna itu
aku melepaskanmu.
2 komentar:
:)
Rusyda Andini.
Yang tentang Jombiesnya lucu lucu. Bikin ngakak terus.
Salam kenal, nikmati alunannya.
Salam kenal juga yuki :)
Seneng deh kalo bisa menghibur
Thanks udah mampir..
Posting Komentar